A. KESIMPULAN
Peran Guru dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan :
1. Disiplin Positif
Makna kata "disiplin" dalam budaya kita adalah sesuatu yang kita lakukan kepada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Menurut Bapak ki Hadjar Dewantara bahwa : “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri
yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan
self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian
itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka". Peran guru dalam mewujudkan merdeka belajar bagi muridnya adalah syarat utamanya harus bisa menumbuhkan disiplin yang kuat terhadap siswanya. Bagaimana guru bisa menumbuhkan disiplin diri pada murid dengan motivasi intrinsik tentunya harus dimulai dari diri sendiri dengan memberikan contoh dan tauladan yang baik kepada murid. Murid.
Hal tersebut dijelaskan oleh Diane Gossen (2001) bahwa disiplin membuat seseorang menggali potensinya menuju suatu tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan adanya disiplin positif, membantu murid bagaimana bisa mengontrol diri dan menahan diri dalam mengambil suatu tindakan yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan.
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai kebajikan melalui pemberian contoh dan pembiasaan-pembiasaan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu budaya positif yang tercipta pada semua warga sekolah.
2. Motivasi Perilaku Manusia (Hukuman dan Penghargaan)
Menurut Diane Gossen, motivasi perilaku manusia terdiri dari 3 (tiga), yakni :
- Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman (Motivasi eksternal)
- Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain (motivasi eksternal)
- Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya (motivasi internal)
Hukuman bersifat satu arah, dari guru yang memberikan dan sifatnya tidak terencana dan murid harus melaksanakannya. Tidak ada kesepakatan sebelumnya, sehingga membuat anak merasa tidak nyaman dan kemungkinan menimbulkan rasa sakit hati dan dendam. Penghargaan merupakan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan, sifatnya terencana dan sudah disepakati atau disetujui oleh murid dan guru. Murid tetap akan merasakan ketidaknyamanan, karena akan ada konsekuensi ketika melanggar peraturan atau kesepakatan yang telah dibuat.
Sebagai guru, sudah menjadi tugas kita bagaimana membuat murid-murid kita menjadi orang yang seperti mereka inginkan dan dapat menghargai dirinya dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Apabila murid sudah memiliki ini, maka setiap tindakan atau disiplin positif yang dilakukan bukan karena menghindari hukuman atau karena ingin mendapatkan penghargaan namun karena sudah terbentuknya motivasi intrinsik dalam dirinya dan ini akan berdampak jangka panjang. Murid akan merasa nyaman dan bahagia karena merasa dihargai.
3. Posisi Kontrol Restitusi
Menurut Diane Gossen terdapat 5 (lima) posisi kontrol yang bisa diterapkan oleh guru atau orang tua, yakni :
- Penghukum : Guru selalu beranggapan bahwa hanya cara dia yang bisa digunakan agar pembelajaran bisa berhasil. Hasilnya : kemungkinan murid menjadi dendam dan marah, bahkan bisa berontak dan melakukan hal-hal yang bisa merugikan dirinya
- Pembuat Merasa Bersalah : Guru biasanya bersuara lembut dan menciptakan keheningan untuk membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Hasilnya membuat murid menjadi orang yang bersalah dan merasa gagal sehingga bisa menyebabkan murid tertekan
- Teman : Guru berupaya mengontrol murid secara persuasif. Hasilnya murid merasa senang dan akrab dengan guru tertentu saja dan menjadi tergantung kepada hanya satu guru
- Pemantau : Guru mengawasi murid berdasarkan peraturan-peraturan dan konsekuensinya. Hasilnya murid tetap tidak merasa nyaman karena adanya konsekuensi yang harus mereka jalankan akibat pelanggaran
- Manager : Guru mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya dan mendukung murid agar dapat menemukan solusi dan memperbaiki kesalahannya. Hasilnya murid merasa dihargai dan menemukan sendiri solusi dari perbuatannya di bawah bimbingan guru.
Dari kelima posisi kontrol di atas, maka posisi yang terbaik adalah guru mengambil posisi kontrol sebagai manager. Karena di posisi ini guru mengajak murid untuk menganalisis kebutuhan dirinya dan juga kebutuhan orang lain. Guru mengembalikan murid ke kelompoknya dengan lebih baik dan lebih kuat.
4. Keyakinan Sekolah/Kelas
Guru memiliki peran dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan pada muridnya. Salah satu caranya adalah dengan membuat suatu kesepakatan bersama tentang nilai-nilai kebajikan yang ada pada setiap peraturan di sekolah sehingga menghasilkan suatu keyakinan sekolah/kelas. Keyakinan sekolah/kelas lebih menggerakkan seseorang dibandingkan dengan serangkaian peraturan-peraturan
5. Segitiga Restitusi
Dalam posisi kontrol sebagai manager, seorang guru bisa menerapkan segitiga restitusi ini dan melakukukannya secara runut mulai dari menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Konsep segitiga restitusi ini sangat bagus karena berpengaruh positif kepada orang yang sudah melakukan kesalahan dan merasa dirinya sebagai orang yang gagal.
KETERKAITAN DENGAN MATERI SEBELUMNYA :
1.1 Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara (KHD)
KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Setiap anak memiliki karakter yang berbeda, begitu juga dengan bakat dan minatnya. Pendidiklah yang menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Dalam menuntun tumbuhkembangnya anak, sangat dibutuhkan peran seorang pendidik yang bisa menjadi "among".
1.2. Nilai dan Peran Guru Penggerak
Dari pemikiran KHD di atas, maka seorang guru harus mempunyai nilai-nilai dan menjalankan perannya sehingga bisa menjadi "among" dan memotivasi murid-muridnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya melalui proses pembelajaran. Nilai-nilai seorang guru penggerak itu adalah : berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif. Sedangkan peran seorang guru penggerak adalah : menjadi pemimpin dalam pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan siswa, dan menggerakkan komunitas praktisi.
Sebagai seorang calon guru penggerak, maka diharapkan mampu memimpin dan mengelola perubahan dengan memanfaatkan aset dan kekuatan positif yang dimiliki serta membangun kolaborasi dengan komunitas sekolah dalam mewujudkan Merdeka Belajar dan menumbuhkan Profil Pelajar Pancasila kepada siswa
1.3. Visi Guru Penggerak
Dalam mewujudkan suatu perubahan positif di sekolah khususnya pada diri siswa, maka dibutuhkan suatu visi dan langkah-langkah konkrit untuk mencapainya. Visi akan terwujud jika terjalin kolaborasi yang baik antar warga sekolah. Salah satu manajemen perubahan yang berbasis kolaboratif dan kekuatan adalah Inkuiri Apresiatif (IA). Pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa.
Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif (potensi dan aset organisasi) yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Salah satu contoh penerapannya adalah dengan menggunakan tahapan BAGJA ( Buat pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan rencana, Atur Eksekusi)
1.4. Budaya Positif
Dalam mewujudkan visi guru penggerak melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif menggunakan tahapan BAGJA, diperlukan sebuah kesepakatan bersama dalam bentuk keyakinan kelas yang melahirkan pembiasaan-pembiasaan positif yang berujung menjadi suatu budaya positif. Budaya Positif ini akan membuat murid merasa nyaman dan bahagia selama proses pembelajaran. Budaya positif ini juga akan membuat murid untuk berpikir sebelum bertindak, memiliki kebebasan dalam berkreasi, berjiwa mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah saat ini dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dalam diri murid.
B. REFLEKSI PEMAHAMAN MATERI BUDAYA POSITIF
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Disiplin positif adalah disiplin yang terbentuk berdasarkan motivasi intrinsik
Teori Kontrol adalah setiap orang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dia tidak bisa mengontrol orang lain begitu juga sebaliknya orang lain tidak punya kekuatan untuk mengontrol seseorang
Teori motivasi adalah didasari bahwa setiap perilaku memiliki tujuan. Motivasi terdiri dari motivasi ekstrinsik dan intrinsik, motivasi intrinsik akan melahirkan nilai-nilai kebajikan universal yang akan melahirkan suatu keyakinan sekolah/kelas
Hukuman dan Penghargaan adalah masih merupakan suatu motivasi eksternal, yang memiliki dampak : jangka pendek dan jangka panjang, penghargaan menghukum, penghargaan mengurangi ketepatan, penghargaan tidak efektif, penghargaan merusak hubungan, penghargaan menurunkan kualitas, penghargaan mengurangi kreatifitas, dan penghargaan mengurangi motivasi intrinsik.
Posisi Kontrol Guru yang terbaik adalah sebagai Manager, karena guru memberikan keyakinan kepada murid bahwa apa yang dilakukannya itu bukan semata-mata karena faktor hadiah atau menghindari hukuman tetapi lebih didasarkan pada kepentingan dirinya.
Kebutuhan Dasar Manusia terdiri dari 5 yakni bertahan hidup, kesenangan, penguasaan, rasa ingin diterima dan kasih sayang, kebebasan. Setiap perilaku individu didasarkan atas kebutuhan hidupnya, Semua yang dilakukan adalah merupakan upaya terbaik untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Keyakinan Kelas merupakan sebuah hasil kesepakatan bersama terhadap nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal. Keyakinan kelas lebih menggerakkan seseorang dibandingkan dengan peraturan-peraturan yang sifatnya lebih kepada larangan-larangan.
Segitiga Restitusi terdiri dari 3 langkah yakni menstabilkan identitas (semua orang akan melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan), Validasi tindakan yang salah ( Setiap anak memiliki kebutuhan sehingga semua perilaku pasti ada alasannya), Menanyakan keyakinan ( semua orang memiliki motivasi intrinsik)
Hal-Hal yang menarik dan di luar dugaan saya adalah bahwa setiap perilaku anak memiliki alasan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ketika anak melakukan sesuatu pelanggaran atau kesalahan tidak seharusnya kita langsung menyalahkan anak tetapi kita harus melakukan restitusi untuk melahirkan budaya positif pada setiap anak.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Saya mencoba memahami alasan murid saya dalam melakukan suatu kesalahan dengan memposisikan diri saya sebagai murid ketika berada di posisi tersebut dan mendorong murid saya untuk selalu mengingat keyakinan kelasnya sehingga bisa menumbuhkan budaya positif secara intrinsik. Selain itu saya lebih bisa menahan diri dan tidak langsung menghakimi murid ketika berperilaku tidak baik atau melanggar aturan sekolah.
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Ketika terjadi kasus seorang anak yang melompat jendela pada saat guru mengajar. Hampir semua guru mengatakan bahwa si anak tersebut memiliki perilaku yang kurang sopan dan tidak menghormati orang lain serta bertindak seenaknya. Namun ketika saya mengatakan bahwa kemungkinan anak tersebut mencoba menarik perhatian kita dengan caranya tersebut, beberapa teman guru setuju namun mereka tidak tahu bagaimana mengatasinya. Akhirnya ketika saya sudah melakukan langkah-langkah segitiga restitusi terjadi perubahan positif pada diri anak tersebut, sehingga rekan-rekan saya semakin penasaran bagaimana cara melakukan restitusi tersebut. Dan kemudian saya memperlihatkan video rekaman hasil restitusi yang saya lakukan. Dan saya sudah merencanakan melakukan diseminasi terkait penerapan Budaya Positif di sekolah.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Saya merasa tidak sabaran untuk segera berbagi ilmu dan informasi kepada rekan sejawat dan warga sekolah lainnya terkait penerapan Budaya Positif.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Hal-hal yang sudah baik adalah keyakinan kelas dan disiplin positif. Hal-hal yang harus diperbaiki adalah tentang pemahaman "hukuman dan penghargaan" dan posisi kontrol guru, yang masih lebih dominan sebagai "penghukum", "teman", dan "pemantau" menuju posisi sebagai "manager".
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Yang paling sering saya lakukan adalah posisi kontrol sebagai "teman" dan "pemantau". Perasaan saya saat itu adalah masih belum puas karena memang hasilnya tidak maksimal, karena perilaku dan kesalahan anak tetap terulang lagi. Perubahan tidak berjalan lama karena memang motivasinya masih ekstrinsik.
Setelah mempelajari modul ini, saya menggunakan posisi "manager" dan saya juga merasa tenang dan bisa lebih bersabar dan menahan diri dalam menghadapi murid. Saya mencoba lebih memahami alasan dibalik perilaku mereka dan membantu mereka dalam menemukan solusi dan memperbaiki kesalahannya sehingga menimbulkan kesadaran dan pentingnya nilai-nilai kebajikan.
Perasaan saya sekarang semakin yakin bahwa saya harus bisa menjadi seorang manager yang baik yang bisa membimbing anak dalam meyakini keyakinan kelasnya sehingga melahirkan budaya posisitf.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Pernah, meskipun pada saat itu saya belum mengenal istilah restitusi. Namun saya melakukannya tidak menggunakan langkah restitusi secara utuh. Saya biasanya hanya pada tahap menanyakan alasan anak melakukan tindakan dan mengakui kesalahannya dan kemudian memberikan konsekuensi akibat tindakannya.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Hal yang penting untuk saya pelajari dalam proses menciptakan budaya positif di sekolah adalah membangun komunikasi yang baik dengan warga sekolah dan bagaimana menjalin kolaborasi dalam menciptakan budaya positif. Selain itu, saya akan mencoba mencari informasi tentang sekolah yang sudah berhasil menciptakan budaya positif di sekolahnya dan mempelajari bagaimana mereka melakukannya.
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA
0 komentar:
Posting Komentar